Selasa, 04 Agustus 2015

I'm A So Grateful




Kabar duka pun terdengar lagi di telinga gue. Kali ini, salah satu anak di angkatan gue semasa SMA telah di panggil sama Yang Maha Kuasa. Sedih rasanya, karena ini adalah berita duka yang ketiga kalinya. Setelah ada dua teman gue yang udah lebih dulu meninggal karena menderita mengidap penyakit, yaitu Diabetes dan Lupus. Dan untuk kali ini, almarhum meninggal karena pembuluh darah di otaknya pecah.

Allah sayang sama kalian, semoga tenang di sisi-NYA.

Hal tersebut membuat gue merenung sebentar. Gue merasa, gue masih amat sangat beruntung, karena Allah masih memberikan gue kesempatan untuk hidup. Gue masih di beri kesehatan dan kenikmatan-kenikmatan kecil yang tanpa gue sadari sering terlupakan. Entah, kadang gue merasa, Allah masih sebegitu baiknya memberikan kesempatan untuk hidup.

                                                                              ***
Banyak banget hal yang udah terjadi selama kurang lebih dua bulan belakangan ini. Mungkin yang udah pernah baca postingan gue sebelumnya, pasti udah tau kalau gue pernah kerja. Dan sekarang, gue udah resign dari tempat kerjaan tersebut. Iya, banyak yang shock pas tau kalau gue mau resign secara mendadak. Emang mungkin kedengarannya bodoh, di saat orang lain susah cari kerjaan, justru gue malah resign. Dan waktu gue resign pas dua minggu mau lebaran. Banyak yang ngomong "kenapa lo resign sih? Tanggung loh mau dapat THR" "Kenapa lo resign sih?! Jangan becanda!"

Yah, gue merasa, it's enough. Delapan bulan gue bekerja di dua PT yang berbeda memberikan banyak pengalaman hidup yang sangat berarti. Gue memutuskan untuk resign dari tempat kerja tersebut karena gue harus Kuliah. Dan gue pun merasa, enggak ada alasan yang kuat untuk bertahan di sana. Meskipun gue merasa sedikit sedih karena harus meninggalkan beberapa teman kerja yang dekat sama gue. Selain itu, semenjak gue kena masalah Transaksi Galon, bikin gue tambah gerah kerja di sana dan pengin cepet-cepet out aja.

Oia, ngomong-ngomong, Tahun ini gue akan menjadi maba di salah satu universitas swasta di daerah kalimalang. Dan jurusan yang gue ambil adalah Psikologi.

Gue udah banyak banget browsing sana-sini mengenai Psikologi dari berbagai blog Mahasiswa dan Sarjana dari jurusan ini. Bahkan ada satu hal yang bikin gue shock adalah, ada tiga mata pelajaran wajib di jurusan Psikologi, yaitu Statistik I & II, Psikometrika, 

Ya Allah, gue pikir yang namanya jurusan Psikologi bakal terbebas sama hal-hal yang kayak gini. Justru malahan gue harus siap melahap materi ini. Aduh.

Di samping itu pula, yang gue tau, jurusan Psikologi itu kebanyakan perempuan. Well, menurut gue, ini sedikit berita buruk. Bukannya gue milih-milih temen apa gimana ya, tapi tau sendiri kan kalau perempuan tuh kalau udah ngumpul kayak gimana. Dari SD, gue udah terbiasa temenan sama cowok. Bahkan temen cewek pun bisa kehitung. Bahkan sampai di dunia kerja pun, gue lebih nyaman temenan sama cowok. Entah, kalau temenan sama cowok, rasanya banyak banget hal yang mau di omongin. Tapi kalau sama perempuan? Iya takutnya kalau salah ngomong sedikit takutnya sakit hati. Kan enggak jadi enak sendiri guenya.

Apapun yang terjadi, gue harus bisa hadapin. Gue merasa harus belajar lebih giat dan ubah segala sifat malas gue. Gue tau betul, jurusan yang gue ambil itu butuh biaya yang enggak sedikit. Gue merasa, ini saatnya gue harus dewasa, Ini saatnya gue harus serius dan enggak main-main kayak dulu lagi.

Gue bersyukur masih di kasih kesempatan sama Allah untuk memperbaiki kehidupan gue lebih baik lagi. Semoga saat kuliah nanti, gue bisa enjoy dan menjalani kuliah dengan baik.

Amin



Kamis, 28 Mei 2015

Seriously, I'm not okay.



Gue enggak tau harus ngomong apa. Tapi yang jelas, gue merasakan, kalau sekarang adalah masa yang cukup berat untuk gue lalui.

Entah kenapa, belakangan ini gue merasa penat dan lelahhhh banget. Dan yang lebih parahnya lagi, gue semakin merasa enggak nyaman dengan lingkungan di tempat gue kerja. Gue jadi lebih banyak diam sekarang. Entah kenapa, gue jadi bingung mau ngomong dengan topik apa. Rasanya udah kayak kehabisan bahan obrolan banget. Huh. Lelah.

Jujur, gue mencoba untuk bisa lebih berbaur dengan rekan kerja di sana. Mencoba untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan orang-orang di sana. Tapi entah kenapa, ada beberapa hal yang bikin hati gue enggak sreg aja. Gue bukannya memilih-milih dalam berteman, tapi gue cuma merasa, apa yang gue lihat dan pikirkan, cuma segelintir orang aja yang mengerti.

Selebihnya? Tidak.

Mungkin sifat gue yang satu ini memang jelek, tapi setidaknya, ini adalah salah satu bentuk gue melindungi diri gue sendiri. Gue itu tipikal orang yang enggak gampang percayaan sama orang lain. Gue curigaan banget soalnya. Tapi gue begini ada sebabnya. Karena dari dulu, banyakkk banget orang-orang di sekeliling gue yang memanfaatkan gue. Itu sebabnya, gue enggak bisa langsung percaya dengan apa yang mereka ucapkan. Yeah, begitulah.

Kadang gue suka merenung, sebenernya gue itu kenapa sih? Apa sih yang salah dari gue? Kenapa gue enggak bisa seperti mereka yang gampang berbaur dan terlihat begitu nyaman dan senang kayak gitu. Gue mencoba semaksimal mungkin untuk berbaur walaupun perlahan. Tapi tetap aja, hati gue enggak bisa nyaman. Seperti kayak ada tembok besar yang menghalangi gue buat terbuka dengan mereka. Dan ujung-ujungnya? Gue cuman bisa tertawa dan berbicara seperlunya aja.

Mungkin banyak orang yang menilai gue kayak orang aneh yang selaluuuu aja salah. Kerja enggak pernah bener, sering bikin salah, dan lain-lain. Jujur aja, gue itu emang males orangnya. Males yang gue maksud di sini itu adalah, gue enggak mau ambil pusing dengan segala masalah yang terjadi pada diri gue. Kalau memang gue salah dan harus menanggung resiko, iyaudah, jalanin aja. Lagian mau di apain lagi? Iya, kan?

Di luar sana, entahlah, mungkin banyak yang enggak suka sama gue. Iya karena gue keras kepala, egois, sok tau ataupun terlalu banyak diam. Karena apa yaaaa, gue cuma merasa, enggak ada satupun orang yang mengerti dengan apa yang gue rasakan dan pikirkan. Cuma Allah, Keluarga dan sahabat terdekat gue aja yang tau gue itu kayak gimana. Kadang gue udah keburu males kalau mau mengutarakan apa yang gue pikirkan, iya toh apa mereka mau mendengarkan gue? Belum tentu.

Memang, gue masih banyaaak banget kekurangannya. Gue lagi mencoba untuk melatih cara berbicara gue. Iya karena sedari kecil, gue memang kadang kalau ngomong suka belibet dan tempo nya cukup cepat. Jadi terkadang, orang enggak ngerti dengan apa yang gue ucapkan. Gue tetap berusaha, meskipun pada kenyataannya, emang sedikit sulit.

***
Banyak hal yang telah terjadi belakangan ini. Cowok yang dulu sempat gue taksir, sekarang jadian sama cewek idamannya. Meskipun pada kenyataannya, gue enggak suka banget sama itu cewek. Terus sahabat gue, Ulan, masih pacaran sama cowoknya, si Iky.

Sedangkan gue? Masih single.

Memang di tempat kerja gue sekarang, ada satu cowok yang memang lagi gue taksir. Tapi jujur aja, gue enggak mau berharap banyak. Capek aja gitu rasanya kalau harus mengalami kegagalan yang sama terus. Itu sebabnya gue enggak mau cerita ke siapa-siapa, bahkan ke nyokap pun gue enggak cerita. Iya cukup gue sama Allah aja yang tau. Hehe

Gue masih berpikir untuk mulai berpacaran. Sekarang gini aja, berteman aja gue belum becus, gimana mau pacaran? Apa yang nanti gue bicarakan sama pacar gue di masa depan? Itu satu hal yang bikin gue takut berkomitmen sampai sekarang. Karena gue sadar, kemampuan gue dalam bersosialisasi masih perlu dan banyaaakkkk di latih.

Kamis, 30 April 2015

Be Brave To Take A risk



Mungkin ini adalah keputusan terbaik yang harus gue ambil.

Gue memutuskan diri mengundurkan diri menjadi seorang TDR di tempat gue bekerja, dan kembali menjadi seorang Cashline. Udah cukup gue di sindir-sindir selama seminggu sama staff TDR. Saking gue udah emosi banget sama mereka, gue langsung ngomong ke Senior Cashier dan Head Cashier gue. Gue menjelaskan alasan kenapa gue mengundurkan diri. Gue jelasin juga apa yang gue dan anak-anak lain yang pernah menjadi TDR rasakan. Di hina, harus inisiatif sendiri untuk bisa memahami semua materi TDR yang banyaknya nauzubillah. Bahkan sampai head Security pun sampai tau tentang masalah ini.

Gue udah bener-bener emosi banget saat itu. Gue seharian enggak berhenti ngomong karena membahas staff TDR yang enggak pernah welcome sama anak baru. Terlebih lagi gue yang belum ada sebulan bekerja, udah di angkat menjadi seorang TDR. Mereka beranggapan, kalau gue itu enggak punya prestasi apa-apa dan segala hal yang gue lakukan itu salah.

Gue udah mengundurkan diri dari TDR, dan satu hal yang harus gue hadapi adalah; menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari rekan kerja gue. Semua pada heran pas melihat gue udah membuka kasa dan menjadi seorang Cashline lagi. Gue sampai bingung mau jelasin ke merekanya kayak gimana. Banyak yang nanya kayak gini,

"Lia, kok lo buka Kasir lagi, sih? Bukannya lo jadi TDR?!"

"Eh, kemana aja lo baru keliatan. Bukannya lo sekarang jadi TDR? Kok malah di kasir lagi, sih, sekarang?"

"Eh lo kenapa enggak di TDR lagi? Pasti gara-gara orangnya, ya, Li?"

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bikin gue pusing. Belum lagi para Senior yang juga ikutan kaget pas tau gue enggak jadi TDR lagi. Belum lagi ada beberapa anak yang menyindir gue. Istilahnya, gue seperti turun jabatan, dari seorang TDR menjadi Cashline. Tapi bagaimana pun orang menilai gue saat ini, mereka enggak tau gimana gue berusaha untuk bertahan di TDR. Gimana gue dengan beraninya membela diri gue di hadapan para Staff TDR yang hampir di benci sama semua rekan-rekan kerja gue, karena kesombongan dan keangkuhan mereka yang bisa bikin kita geleng-geleng kepala. Gue bukannya merasa hebat ataupun gimana, tapi gue coba menguutarakan apa yang gue rasa. Kalaupun gue salah, ya gue bakal diem. Itu sebabnya kenapa gue berani ngomong segala hal yang gue rasakan di TDR sama Head Cashier gue, karena biar beliau tau, kenapa banyak orang yang di angkat menjadi TDR, pada akhirnya mengundurukan diri, sama seperti yang gue lakukan sekarang. Dan untungnya aja, Head Cashier gue bisa mengerti dan mencoba mencari jalan terbaik, yaitu dengan cara memindahkan gue menjadi seorang Cashline lagi. Head Cashier gue enggak mau membuat gue merasa tertekan dan stress kalau masih di tempatkan di TDR.

Semenjak gue udah menjadi Cashline lagi, keadaan kembali normal seperti biasa. Beberapa Security ada yang sempat nanya-nanya juga ke gue kenapa balik lagi jadi seorang Cashline. Tapi gue cukup membalas pertanyaan mereka dengan senyuman,

" Saya lebih nyaman jadi Cashline :) "

Ada satu orang yang benar-benar tau masalah yang gue alamin sekarang. Gue enggak nyangka, orang yang gue anggap genit, orang yang gue pikir itu suka godain cewek, adalah seorang Elang di tempat gue kerja. Elang di sini bukannya Elang Indosiar, tapi sebutan Elang itu di tunjukan untuk Head Security di tempat gue bekerja. Dia adalah orang yang bakal turun tangan kalau misalkan ada masalah di tempat gue bekerja. Saat gue menceritakan masalah gue, dia benar-benar menguatkan hati gue banget. Dia yang meyakinkan gue kalau Staff TDR itu enggak lebih baik daripada gue. Dia juga yang membuat gue semangat untuk kerja lagi dan enggak berlarut-larut dalam kesedihan.

***

Masalah di tempat kerja yang bikin pikiran gue mumet, membuat gue memutuskan untuk hangout sama teman-teman gue, yaitu Ulan dan Iky. Iya, Ulan dan Iky pacaran, sedangkan gue Single. Hehe.
Iya tapi enggak apa-apa sih, seenggaknya kita bertiga Q-time banget. Mulai dari makan-makan sampai karokean enggak kenal waktu. Enjoyed banget pokoknya!

Dari SMP sampai Kerja, kalau hangout sama dia mulu. Sampai bosen

Harusnya berempat nih. Tapi yang satunya lagi enggak Mood buat hangout.


Abaikan wajah gue. Enggak sebulat itu kok.











Okay, see youuuu!