Kamis, 19 Juni 2014

Failed Dental Assistant




Hai semuanya :D

Seneng banget bisa nulis lagi di blog ini dan membawa cerita baru yang gue alamin akhir-akhir ini. Dan Allhamdulilah, karena gue lagi free, jadinya bisa cerita-cerita lagi di sini :D

Oia, gue mau ceritain sedikit nih tentang pengalaman pertama gue mencari perkerjaan. Walaupun gue baru lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMA), juga umur gue yang baruuu aja 18 tahun, gue punya niat buat cari pengalaman sebanyak-banyaknya dalam dunia pekerjaan.

Kalau kalian berpikir, "Kok kerja? Kenapa enggak kuliah aja?" jawabannya gue ada dua nih buat kalian.


  •  Sehabis kelulusan SMA, gue bener-bener Gabut alias enggak ada kegiatan sama sekali. Jadi ya gue    berpikir, daripada gue cuma di rumah diem aja, mending gue kerja. Selain bikin gue gerak dan aktif, di samping itu gue bisa menghasilkan duit sendiri.



  • Gue mutusin buat menunda satu tahun buat kuliah, karena gue mau mencari pengalaman sebanyakk banyaknya. Apapun itu.


Oke, jadi di postingan gue kali ini, gue mau ceritain tentang pengalaman Trainning gue di salah satu klinik Dokter Gigi di Jakarta Selatan, sebut aja klinik Dr. Indra. Dan di tempat klinik tersebut, bisa di bilang tempatnya benar-benar ekslusif dan berkelas banget. Gue aja sempat enggak percaya kalau gue bakalan Trainning di tempat kayak gitu. Nah yaudah tuh, akhirnya, gue sama temen gue, namanya Ulan, mutusin buat melamar di tempat itu.

Hari Jumat kemarin, gue sama Ulan datang ke Klinik Dokter Indra untuk Interview. Saat sesi Interview, Ulan dapat giliran pertama buat masuk ke dalam ruangan. Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya Ulan pun keluar dari ruangan dan giliran gue yang di Interview.

Dan saat gue masuk ruangan, ternyata yang akan Interview gue adalah seorang ibu-ibu paruh baya, sebut aja ibu Fransiska. Dalam pikiran gue, ketika gue masuk, dia bakal bilang "Silahkan duduk". Tapi kenyataannya dia malah bilang..

"Ehh, kamu hamil, ya?!"


"HAH?!" gue kaget sambil melihat ke arah perut. "Eh enggak bu, saya enggak hamil. He-he"

Gila. Segitu buncitnya kah gue sampai di bilang hamil?.

Ibu Fransiska terdiam sebentar sambil melihat ke Curiculum Vitae (CV) gue sambil memangku tangan. Sehabis itu, dia langsung menatap gue dengan tatapan yang sendu.

"Rumah kamu jauh juga ya. Kamu nanti kalau kerja di sini gimana? Bisa telat terus loh kamu"

"Nanti saya niat mau nge- kost bu di sini, bareng sama Ulan" Jawab gue dengan semangat.

"Kamu yakin mau kerja di sini? Emang kamu mau melamar kerja sebagai apa?"

"Yakin, bu! Saya mau melamar sebagai Asisten Dokter"

Ibu Fransiska cuma manggut-manggut. Dia terdiam sebentar, sampai akhirnya dia buka suara lagi dan menanyakan beberapa pertanyaan,

"Kamu nanti kuliah, mau pilih jurusan apa?" tanya Ibu Fransiska.

"Sastra Inggris!" Gue menjawab dengan sangattt antusisas.

"Papa kamu kerjanya apa?"

"Dosen, bu"

"Mengajar di bidang?"

"Management, bu"

Ibu Fransiska berdeham sebentar sambil melihat berkas-berkas yang ada di hadapannya. Dia melirik sedikit ke arah gue, lalu bertanya sesuatu,

"Kamu enggak malu kerja di sini? Jadi Asisten Dokter itu ada menyapu sama mengepel, loh"

Dengan semangatnya, gue langsung bilang "Saya enggak malu, bu! Saya juga mau cari pengalaman kerja, kok. Jadi bagi saya enggak apa-apa kalau misalkan emang seperti itu"

"Ayah kamu tau kalau kamu melamar kerja di sini?" Tanya Ibu Fransiska.

"Tau! Kata Papa enggak apa-apa, lagian kerja di sini buat pengalaman. Jadinya Papa udah izinin saya, bu"

Ibu Fransiska melihat lekat-lekat ke arah gue. "Kamu bener-bener mau kerja di sini? Kamu niat?"

"Saya yakin dan saya niat!"

"Emm, gini maksud saya..." Ibu Fransiska menghela nafas. "Ayah kamu Dosen, tapi anaknya malah enggak Kuliah dan kerja di sini. Ya saran saya kenapa enggak kuliah aja"

"Saya emang udah niat kerja, bu. Kan saya kuliah juga mulai tahun depan"

Tapi ada satu yang bikin gue bingung. Ketika gue lagi di Interview, tiba-tiba Ibu Fransiska nanya:

"Kamu orang mana, sih?"

Gue diem tuh sambil mikir, "Hah? Ngapain dia nanya gue dari suku mana? Emang kalo mau kerja harus berdasarkan suku, ya?"

"Eh? Saya orang Jawa, bu"

"Jawa mana?" Ibu Fransiska tambah Kepo

"Jawa Tengah, bu. Solo"

"Muka kamu enggak kayak orang Solo, loh, Lia.. Kamu tuh..."

Gue memotong ucapan Ibu Fransiska. "Saya ada campuran Sukabumi, bu, dari Mama"

Ibu Fransiska geleng-geleng seakan enggak percaya sama apa yang baru aja gue omongin.

"Dari cara ngomong kamu aja tuh enggak ada Solo ataupun Sukabumi. Orang Solo kalau ngomong halus dan lembut loh. Kamu tuh malah keliatannya kayak orang Madura atau enggak Ambon"

Jadi maksudnya omongan gue kasar, begitu?

Ibu Fransiska pun melanjutkan  ucapannya kembali. "Di sini tuh semua pekerja di haruskan berbicara dengan nada yang halus dan serendah mungkin. Di sini bukan kerja di gudang yang harus ngomong keras."

Di sindir abisss.

"Yaudah, kalau kamu emang niat dan yakin kerja, Besok kamu datang kesini untuk di Trainning"

"Iya bu" ucap gue.

Dan setelah di Interview, gue sama Ulan memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dan mulai Trainning pada hari Senin, tanggal 16 Juni 2014.

 NYASAR THE EXPLORER'S DAY!

Hari pertama menuju ke Klinik Dokter Indra, gue sama Ulan udah stress berat. Stress di sini bukan karena masalah Trainning-nya, tapi pas perjalanannya. Kita berdua nyasar.

Jadi selama perjalanan, gue sama Ulan kan naik motor, dan itu kita udah nyasar ke berbagai tempat. Dan tentu aja, kita berdua udah bertanya sama orang-orang yang berbeda.

Jadi gue sama Ulan memutuskan buat nanya sama orang yang lagi jalan kaki kala itu. Dan kebetulan, kita berdua ketemu sama satu pasangan yang lagi asik jalan kaki. Yaudah tuh, gue dan Ulan mutusin buat nyamperin mereka berdua dan bertanya,

"Maaf, kalau misalkan mau ke arah Senayan lewat mana, ya?" Tanya Ulan

"Senayan?" Si Mas-mas itu mengkerutkan dahi. "Emm.. Nanti mbak lurus aja, sampai ada belokan, mbak belok kiri.

Da tiba-tiba, si Mbak-mbak nya juga ikutan nyaut. "Pokoknya kalau misalkan ada jalan ke atas, lewat yang atas!

"Lewat bawah juga bisa" Si Mas-mas itu nimpalin

"Apaan sih orang lewat atas juga bisa! Lebih gampang!" Si Mbak-mbak itu mulai sewot

"Ya tapi kan lewat bawah juga bisa maksudnya!"

Gue sama Ulan cuma diem aja pas mereka berdua lagi adu mulut gara-gara jalanan. Sampai akhirnya gue pun buka suara,

"Aduh mas, mbak, saya bingung. Jadi sebenernya lewat jalan yang mana, ya?"

"Atas!" Seru si Mbak itu.

"Bawah!" Mas-mas nya gak mau kalah.

Ampun, deh.

Karena si Mas dan Mbak terus adu mulut, akhirnya si Mas-mas itu pun mengalah karena ngeliat muka Mbak-mbak nya yang udah bete. "Yaudah, mbak lewat jalanan atas aja"

"Oh oke, makasih ya" ucap gue.

Dan setelah gue sama Ulan mulai jalan, Ulan belok ke kiri sesuai dengan instruksi dari Mas-mas yang ngasih instruksi buat menuju ke Senayan. Dan sampai pada akhirnya....

"LAH KITA DIMANA, NIH?" Gue shock saat melihat pemandangan di depan mata enggak ada gedung sama sekali, dan cuma ada jalanan kosong melompong. Dan satu lagi, enggak ada jalanan 'atas dan bawah' kayak yang di omongin sama Mas dan Mbak yang barusan kita berdua tanyain

"LI KITA DI MANA LI!" Ulan panik, dan gue juga ikutan panik.

'Santai santai! Kita cari orang dulu buat nanya buat arah ke Senayan" Gue mencoba buat menenangkan kondisi.  Dan sampai pada akhirnya, kita berdua bertemu dengan salah satu cewek yang sedang jalan kaki dan menggunakan seragam kantoran, dan memutuskan buat nanya ke cewek itu.

"Maaf mbak mau nanya, kalau misalkan mau ke Senayan lewat sini bukan, ya?"

Cewek Kantoran itu terdiam sebentar, lalu tiba-tiba matanya terbelalak "Eh?  Ihh... Di sini bukan ke arah Senayan, mbak, tapi ke arah Ragunan"

"HAH RAGUNAN?!!" Gue sama Ulan bener-bener kaget pas tau arah jalan yang mau kita lewatin malah ke Ragunan, bukan ke Senayan.

Cewek Kantoran itu cuma cengengesan pas ngeliat ekspresi muka gue dan Ulan yang Shock. Sesaat kemudian, cewek itu pun ngasihkita berdua informasi "kalau misalkan mau ke Senayan, bisa sih lewat sini. Tapi mbak harus jalan lurusss terus, abis itu belok, deh. Masalahnya, jalannya jauhhh banget"

"Yah mbak, emang enggak ada jalan yang deket apa?" Tanya Ulan dengan mukanya yang udah putus asa banget.

Cewek kantoran itu terdiam, lalu melihat ke arah lampu merah yang ada di sebrang jalan sambil menunjuk.

"Mbak kalau mau , bisa nyebrang lawan arah ke Lampu merah yang disana. Kalau mau nyebrang aja, tapi kalau saya jadi mbak, saya enggak berani. He-he"

Gue sama Ulan diem. Kita mikir gimana caranya buat nyebrang ke sebrang jalan tanpa harus muter balik dulu. Dan karena gue gerah mau nanya ke semua orang, akhirnya gue pun turun dari motor dan mencoba nanya sama salah satu aki-aki tua yang jalan sendirian di pingir jalan. Sebenernya gue juga enggak yakin mau nanya ke itu orang, tapi gapapa, deh.

"Li! Lo ngapain turun dari motor?!" Seru Ulan yang kaget karena tiba-tiba gue turun dari motor

"Diem dulu! gue mau nanya sama orang!"

Gue berjalan sedikit ke arah aki-aki tersebut dan bertanya,

"Maaf pak mau tanya, kalau misalkan mau ke Senayan lewat mana, ya?"

Aki-aki itu diem sambil ngeliatin gue. Lalu langsung menunjuk ke arah lampu Merah yang ada di sebrang jalan. " Lewat lampu merah yang di situ aja. Mbak tinggal jalan kaki sedikit kesana"

"Emm pak, saya bawa motor. Tuh, sama temen saya"

"Yaudah motornya di tuntun aja, cepetan lewat sana! Mumpung belom ada Polisi.

"Serius pak lewat sana? Langsung ke arah Senayan, kan?" Tanya gue untuk meyakinkan ucapan Aki-aki itu.

"Iya lewat sana. Tapi jangan sampai ketauan Polisi"

Dan sehabis gue nanya sama itu Aki-aki, ternyata gue ketemu lagi sama Mbak dan Mas yang pertama kali kita berdua tanyain. Si Mas itu ketawa sambil melihat ke arah gue dan Ulan.

"Lah kok malah di sini?" Tanya si Mas-masi itu keheranan. " Jangan belok pas pertigaan. Kan saya bilang, lurus aja, abis itu baru belok"

" Iya mas, tadi salah belok ke sini. He-he" Ucap si Ulan.

"Jangan lewat sini! Pokoknya lewat jalanan yang atas aja, ya!" Seru si Mbak-mbak itu yang masih aja ngotot  nyuruh gue dan Ulan buat lewat jalan atas.

Ulan pun dengan cepat langsung memutar arah motornya dan menyebrang ke arah lampu Merah. Dan setelah kita berdua melewati jalan atas, gue pikir enggak bakal nyasar lagi. Eh tau-taunya malah makin parah. Gue sama Ulan malah masuk Gelora Bung Karno (GBK) dan muter-muter enggak jelas dan cuma bikin Bensin tambah tiris. Dan sampai pada akhirnya, gue sama Ulan ketemu sama seorang penjual Rujak yang lagi motong-motongin buah.

"Maaf pak, mau tanya. Kalau misalkan Senayan dimana, ya?"

Si bapak penjual rujak itu menengok ke arah kita berdua sambil mengarahkan pisaunya. "Heh? Tuh Senayan!"

Gue sama Ulan melihat ke arah pisau yang di arahkan oleh si penjual Rujak. Dan ternyata, Senayannya ada di depan mata! Dan bodohnya, kita enggak sadar kalau Senayan yang segitu gedenya ada di situ. Yaudah, akhirnya kita berdua pun langsung meluncur ke arah Senayan dan pergi menuju klinik Dokter Gigi Indra dan mulai Trainning di sana.

Hari kedua Trainning, adalah hari dimana gue dan Ulan dilatih sebagai Asissten dokter gigi pun berakhir. Trainning berakhir bukan berarti kita berdua langsung kerja di sana, tapi lebih tepatnya, gue sama Ulan enggak bisa di Trainning di tempat itu lagi. Alasannya sih karena kita lelet dan lambat buat pahamin materi yang di kasih sama kepala Asisten di sana. Gila, bayangin aja, deh, dalam dua hari aja, kita berdua udah di kasih materi yang banyakkkk banget, dan kepala Asistennya bilang kita berdua lambat pahamin materinya. Ya mungkin emang bukan rejeki gue sama Ulan buat kerja di sana. Tapi seenggaknya, kita udah dapet ilmu yang bermanfaat banget tentang Gigi. He-he



Oke, itu adalah pengalaman gue Trainning jadi Asissten Dokter Gigi. Walaupun pada akhirnya gue dan Ulan enggak bisa kerja di tempat klinik elit itu, tapi seenggaknya, gue udah bisa merasakan manfaat yang gue dapet selama di sana. Pengalaman bertambah, dapet banyak ilmu, ketemu orang-orang baru dan banyak banget hal-hal yang sebelumnya enggak pernah gue rasakan.


Jadi itu adalah pengalaman pertama gue jadi Trainner Asissten Dokter Gigi. Apa pengalaman kerja pertama lo?












Tidak ada komentar:

Posting Komentar